Indonesia adalah salah satu negara dengan keberagaman agama di dunia ini. Meskipun berbeda-beda, bangsa Indonesia tetap hidup rukun dan damai. Tetapi beberapa tahun belakangan ini, banyak sekali perselisihan terutama di media sosial yang membawa nama agama. Di Indonesia perbedaan agama seringkali digunakan untuk kepentingan politik. Perbedaan pendapat dan perbedaan pilihan politik menjadi latar belakang terjadinya perselisihan tersebut. Padahal, politik di Indonesia sudah terjadi berpuluh-puluh tahun lamanya. Mengapa baru sekarang-sekarang ini kita berselisih hanya karena berbeda pandangan politik? Dunia pun seolah bertanya, ada apa dengan Indonesia? Selama ini Indonesia dianggap sebagai contoh bahwa demokrasi bisa berkembang dengan baik walaupun dengan mayoritas penduduk muslim.
Dunia mengenal perbedaan-perbedaan yang kita miliki sebagai kekuatan kita. Lantas, mengapa hanya karena berbeda pandangan politik kita menjadi terpecah? Kita juga mudah terpengaruh berita hoax. Kita tiba-tiba berubah menjadi intoleran. Bukankah seharusnya mayoritas dan minoritas saling menghargai? Bukankah kita memiliki cara dalam menyelesaikan masalah, yaitu duduk bersama dan musyawarah. Ke mana identitas kita sebagai bangsa Indonesia?
Tetapi, hal tersebut hanya saya dapatkan di media sosial dan berita media cetak maupun online. Saya sama sekali tidak menemukan kasus intoleran dalam aktivitas sehari-hari. Berteman dengan seseorang yang berbeda agama masih tetap mengasyikan. Bercanda, tertawa, dan saling bertukar cerita kami lakukan tanpa menyinggung agama, karena bagi saya perbedaan itulah yang justru menyatukan kita. Dalam lingkungan tetangga, saya masih merasakan indahnya keberagaman. Saat bulan Ramadhan, kami saling bertukar makanan. Bahkan ketika hari raya Idul Fitri, tetangga kami yang berbeda agama datang untuk bersilaturahmi dan bermaaf-maafan. Sangat disayangkan, media di Indonesia terlalu banyak mengambil porsi berita tentang intoleran tanpa memberikan porsi untuk berita toleransi yang tetap kita jaga hingga saat ini. Ada baiknya kita semua mengevaluasi diri kita masing-masing. Toleransi dimulai dari diri kita masing-masing. Apakah kita sudah menjalankan perintah agama kita dengan baik? Apakah kita sudah menjauhi segala sesuatu yang dilarang oleh agama kita?
Saya percaya semua ini hanyalah sebuah proses bertoleransi dalam kehidupan. Saya percaya akan ada pelangi setelah hujan. Setelah melewati tahun-tahun politik yang cukup berat ini, kita akan saling duduk bersama. Mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah-masalah negara ini. Menjalani kehidupan dengan baik, memilih pemimpin yang amanah dan membawa perubahan yang lebih baik untuk Indonesia. Saya juga berharap pendidikan karakter dan revolusi mental yang selama ini selalu disebut-sebut dalam kampanye akan segera terealisasikan. Pendidikan toleransi agama sejak dini juga harus selalu diajarkan secara turun temurun ke generasi yang akan datang. Karena mereka adalah masa depan bangsa. Semua pihak harus terlibat dalam hal ini. Peran orang tua adalah yang terpenting dalam mendidik karakter anak sejak dini. Bhineka Tunggal Ika juga harus kita tanamkan kepada anak dan cucu kita nanti. Pendidikan agama sebagai pondasi kehidupan juga harus kita tanamkan.
Agama adalah sebuah keyakinan. Dan keyakinan setiap orang berbeda-beda. Begitu juga dengan pilihan politik setiap orang yang berbeda-beda. Ada baiknya kita kembali bersatu sesuai dengan cita-cita bangsa ini yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa. Dan memilih keyakinan merupakan hak bagi setiap warga negara. Semoga di tahun 2019, kita mendapatkan pemimpin yang membawa perubahan menjadi lebih baik. Pemimpin yang mau mendengarkan rakyatnya, pemimpin yang amanah, bekerja dengan tulus untuk Indonesia yang lebih baik. Saya percaya toleransi akan selalu melekat sebagai jati diri bangsa Indonesia. Saya cinta toleransi, saya cinta Indonesia.
-kd
Sumber gambar: https://unsplash.com/@mzromadhoni